I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Menurut peraturan
Pemerintah No. 7 tahun 1973 (yang dikutip oleh Djojosumarto, 2008) Pestisida
adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan
berbagai hama. pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad
renik dan virus. Pestisida memiliki fungsi sebagai berikut :
·
Memberantas
atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman atau
hasil-hasil pertanian.
·
Memberantas
rerumputan.
·
Mematikan
daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak
termasuk pupuk.
·
Memberantas
atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak.
·
Memberikan
atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan alat-alat pengangkutan, memberantas atau mencegah
binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang
yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
Salah satu faktor penting
dalam pengembangan pestisida adalah aktivitas pengujian. Secara umum, tujuan
pengujian adalah untuk mengetahui keaktifan dan keasaman calon pestisida atau
pestisida terpilih. Berdasarkan hasil pengujian ini, senyawa calon pestisida
akan dikembangkan menjadi pesisida terpilih. Pestisida terpilih akan
dikembangkan menjadi pestisida komersial, dan pestisida komersial kemudian akan
diuji secara rutin sebagai evaluasi penggunaannya di masa yang akan datang,
terutama setelah lima tahun penggunaannya di masa yang akan datang, terutama
setelah lima tahun penggunaan secara komersial. Secara spesifik pengujian
pestisida adalah untuk mengetahui toksisitas pestisida, antara lain LD50,
LC50, LT50, KD50, KC50, TLM, NOEL,
ADI, dll. Uji keamanan pestisida yang dilakukan meliputi selektivitas,
persistensi residu, dampak negatif, dll. Berdasarkan lokasi atau tempat
pengujian, pengujian pestisida dapat dilakukan di laboratorium, Rumah Kaca, dan
Lapangan.
Pestisida berdasarkan cara masuknya digolongkan menjadi racun kontak, racun
pernafasan, dan racun lambung, atau racun perut. Racun kontak
merupakan pestisida yang
bekerja dengan masuk ke dalam
tubuh serangga sasaran lewat kulit (kutikula) dan ditransportasikan ke bagian
tubuh serangga tempat pestisida aktif bekerja. Racun pernafasan (fumigan)
merupakan pestisida yang dapat membunuh serangga dengan bekerja lewat sistem
pernapasan.
Racun lambung atau perut
adalah pestisida yang membunuh serangga sasaran dengan cara masuk ke pencernaan
melalui makanan yang mereka makan. Mekanismenya adalah pestisida akan
masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian
ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis
bahan aktif insektisida. Oleh karena itu, serangga harus memakan tanaman
yang sudah disemprot insektisida yang mengandung residu dalam jumlah yang cukup
untuk membunuh (Ditjenbun 2013).
Pada praktikum kali ini kami mengujikan efektivitas pestisida racun lambung
pada serangga melalui pakannya.
1.2 Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat
memahami :
1. Cara
pengujian pestisida lracun lambung.
2. Pengaruh
pestisida racun lambung terhadap organisma uji.
3. Menentukan
konsentrasi yang paling efektif.
II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
2.1 Tempat
dan Waktu
Tempat : di Laboratorium Entomologi,
Gedung Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran.
Waktu
: Rabu, 9 November 2016
2.2 Bahan dan alat
·
Alat
-
Gelas ukur
-
Timbangan
-
Petridish
-
Micropipet
-
Label dan alat tulis
-
Lembar jurnal
·
Bahan
-
Insektisida
lambung
-
Pakan serangga (jagung pecah)
-
Pelarut
(air)
-
Serangga
uji
(kutu beras)
2.3 Cara Praktikum
1. Melaksanakan
praktikum secara berkelompok
2. Menyiapkan
6 macam konsentrasi insektisida yang dicampurkan dengan pakan (jagung pecah),
yaitu dengan konsentrasi 0% (kontrol); 0,25%; 0,5%; 1%; 2%; dan 4%.
3. Menyiapkan
pakan serangga berupa jagung pecah sebanyak 2 gram, kemudian memberi beberapa
konsentrasi pestisida pada pakan tersebut.
4. Memasukkan
pakan serangga yang telah diberi insektisida ke dalam petridish sesuai dengan
konsentrasinya.
5. Memasukkan
20 ekor serangga uji ke tiap petridish yang telah diberi pakan serangga.
6. Mengamati
perilaku serangga uji pada tiap petridish setelah 30 menit.
7. Mengamati
mortalitas serangga uji 3 x 24 jam.
III. HASIL DAN
PEMBAHASAN
Pada
praktikum kali ini, pestisida yang digunakan adalah Curacron 500 EC dengan bahan
aktif Profenofor 500 gr/l. Curacron 500 EC digolongkan kedalam golongan pestisida yang masuk sebagai racun perut atau
racun lambung. Perusakan sistem pencernaan jika bahan aktif tersebut tertelan
merupakan mekanisme dari racun perut atau racun lambung (Hudayya dan Jayanti, 2012). Melalui uji pakan ini diharapkan dapat
diketahui konsentrasi yang dinilai efektif dalam membunuh serangga uji.
Table 1. Hasil pengamatan perilaku dan mortalitas serangga pada menit ke 30
setelah perlakukan
No
|
Perlakuan (Konsentrasi)
|
Perilaku
Serangga |
Mortalitas
|
1
|
0%
(Kontrol) |
Serangga masih bergerak
aktif secara keseluruhan
|
0%
|
2
|
0,25%
(0,075 gr) |
Sebagian besar serangga
masih bergerak aktif
|
0%
|
3
|
0,5%
(0,15 gr) |
Sebagian besar serangga
masih bergerak aktif, beberapa mulai melemah
|
0%
|
4
|
1%
(0,3 gr) |
Sebagian serangga terlihat
melemah dan sebagian lagi masih bergerak aktif
|
0%
|
5
|
2%
(0,6 gr) |
Sebagian besar serangga
terlihat lemas dan beberapa masih terlihat bergerak aktif
|
0%
|
6
|
4%
(1,2 gr) |
Pergerakan serangga makin
melemah dan terlihat sangat pasif
|
0%
|
Berdasarkan data pada Tabel 1., pada perlakuan dengan konsentrasi pestisida
0% atau kontrol, serangga yang diujikan masih terlihat normal tidak menunjukkan
gejala apapun. Hal ini dikarenakan pada perlakuan kontrol, pakan tidak
mengandung atau tidak terdapat campuran pestisida di dalamnya sehingga tidak
menimbulkan efek apapun pada serangga uji. Pada perlakuan lainnya, dapat
dilihat bahwa serangga uji yang mengkonsumsi pakan yang telah dicampur
pestisida tersebut mengalami gejala atau efek berupa tubuh yang mulai melemah
dan tidak bergerak secara aktif. Terlihat pada perlakuan dengan konsentrasi
0,5%, 1%, 2%, dan 4% bahwa beberapa serangga mulai melemah bahkan sebagian
besar tidak bergerak aktif.
Table 2. Hasil pengamatan terhadap mortalitas serangga uji
No
|
Perlakuan (Konsentrasi)
|
Mortalitas (%)
|
||
I
|
II
|
III
|
||
1
|
0% (0 gr)
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0,25% (0,075 gr)
|
0
|
100
|
100
|
3
|
0,5% (0,15 gr)
|
0
|
100
|
100
|
4
|
1% (0,3 gr)
|
0
|
100
|
100
|
5
|
2% (0,6 gr)
|
0
|
75
|
100
|
6
|
4% (1,2 gr)
|
0
|
55
|
85
|
Hasil
pengamatan pada Tabel 2. menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0% atau kontrol
tidak berpengaruh sama sekali terhadap serangga uji, sehingga didapati tingkat
mortalitasnya 0%. Sedangkan pada konsentrasi 0,25%, 0,5%, dan 1% dirasa cukup
efektif untuk mengendalikan atau membunuh serangga hama uji karena dapat
menyebabkan mortalitas sebanyak 100% pada hari pengamatan ke-2 dan konsentrasi
2% menyebabkan kematian sebanyak 100% pada hari pengamatan ke-3. Konsentrasi
ini membunuh serangga dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini berbanding
terbalik dengan hasil yang didapat pada perlakuan dengan konsentrasi yang cukup
tinggi yaitu konsentrasi 2% dan 4%. Pada konsentrasi ini pada hari terakhir
pengamatan masih didapati serangga yang bertahan hidup, diduga hal tersebut
terjadi akibat adanya kesalahan pada saat melakukan prosedur pelaksanaan
percobaan sehingga hasil yang didapat tidak sesuai.
Faktor lain yang dapat menyebabkan fenomena ini mungkin bisa dilihat dari
beberapa kasus khusus pada bahan aktif pestisida tertentu yang menunjukkan
bahwa tingginya konsentrasi pestisida tidak selalu berbanding lurus dengan
tingkat mortalitas hama. Kasus ini ditemukan senyawa acetogenin pada buah Sirsak. Menurut penelitian Septerina, 2002, pada
konsentrasi yang tinggi, senyawa tersebut memiliki keistimewaan sebagai anti-feedant. Sifat anti-feedant tersebut dapat menyebabkan serangga kehilangan nafsu
untuk mengkonsumsi suatu bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada
konsentrasi rendah, senyawa tersebut dapat bersifat sebagai racun perut yang
dapat menyebabkan kematian pada serangga. Serangga yang diujikan bisa saja
merasa tidak bergairah untuk memakan pakan yang diujikan, sehingga racun tidak
termakan dan tidak dapat membunuh serangga hama yang diujikan tersebut.
I. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Konsentrasi paling efektif dalam menekan populasi serangga adalah
larutan insektisida dengan konsentrasi 0,25%, 0,5%, dan 1% berdasarkan waktu
dan tingkat mortalitasnya. Sedangkan konsentrasi 2% efektif dari kriteria
tingkat mortalitasnya saja. Pada praktikum kali ini tingkat konsentrasi tidak berbanding
lurus dengan tingkat mortalitas. Hal ini dapat disebabkan oleh human error maupun kasus khusus seperti
munculnya mekanisme anti-feedant.
4.2 Saran
·
Ketelitian dan
keakuratan saat percobaan perlu ditingkatkan saat praktikum, sehingga data yang
dihasilkan juga akurat
·
Pengamatan
harus dilakukan sesuai waktu yang ditentukan sehingga tidak ada missing link saat mengolah data maupun
penarikan kesimpulan.
II. DAFTAR PUSTAKA
[Ditjenbun]
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013.
Pengenalan Insektisida. Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id/
bbpptp medan/berita-183-seri- pengenalan-pestisida.html.
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya, Agromedia
Pustaka : Jakarta
Hudayya, A Hadis, J. 2012.
Pengelompokkan Pestisida Berdasarkan Cara Kerjanya (Mode of Action). Yayasan
Bina Tani Sejahtera. Bandung.
Septerina, N, G. 2002.
Pengaruh ekstrak daun sirsak sebagai insektisida rasional terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman paprika varietas. Institut Teknologi Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar