LAPORAN
PRAKTIKUM SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN KONSERVASI PADA LAHAN CIPARANJE
Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem
pertanian berkelanjutan konservasi
Oleh
Kelompok 1
Nur Azizah (150510140134)
Ammar Muhtadi (150510140139)
Rahmaisya Chairini (150510140152)
Octa Saktianti (150510140185)
Wisnu A.
Kautsar (150510140189)
Rima Anggita
P. (150510140220)
Kelas F
PS AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
Bab I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar
belakang
Sektor
pertanian merupakan sektor
yang cukup penting
di Indonesia karena Indonesia
merupakan negara agraris
di mana
sebagian besar lahannya
digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Di Negara agraris
seperti Indonesia, pertanian mempunyai kontribusi penting baik terhadap
perekonomian maupun terhadap pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, terutama
dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang berarti bahwa kebutuhan akan
pangan juga semakin meningkat.
Namun, perubahan penggunaan lahan dalam
pembukaan areal pertanian yang tidak
menerapkan teknik konservasi lahan akan dapat menyebabkan kerusakan
lahan dan penurunan fungsi tanah. Salah satu contohnya yaitu perubahan
pertanian di daerah berlereng yang curam dan hutan lindung, serta konversi dari
lahan pertanian untuk penggunaan non pertanian yang menyebabkan kerusakan
sumber daya tanah, air, dan hutan. Dengan kebutuhan lahan
yang semakin meningkat,
langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta
adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-pertanian,
maka perlu adanya teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan
lahan secara berkelanjutan.
Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai
dengan kemampuan, karakteristik
lahan dan kaidah
konservasi akan mengakibatkan
masalah yang serius seperti tanah longsor, banjir, kekeringan
dan kerusakan lahan-lahan pertanian. Karena itu dalam pemanfaatan lahan harus
memperhatikan aspek-aspek konservasi
tanah dan air
agar dapat memberikan
manfaat yang optimal dan berkelanjutan.
Pemanfaatan lahan yang
tidak memperhatikan aspek
konservasi tanah tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan lahan,
seperti aktivitas-aktivitas yang
telah berkembang luas
dengan bercocok tanam
di daerah pegunungan atau hulu
sungai, pembukaan hutan
untuk pertanian, dan
pemanfaatan lahan kering
di daerah yang berlereng curam sebagai areal pertanian di mana
lahan tersebut rawan erosi.
Oleh karena itu, diperlukan adanya rancangan konservasi
lahan yang sesuai untuk meminimalisir terjadinya kerusakan yang ditimbulkan
akibat praktik pertanian.
1.2.
Tujuan
·
Untuk mengetahui ciri-ciri lahan yang sebaiknya dilakukan
tindakan konservasi.
·
Untuk mengetahui teknik konservasi yang sesuai untuk
digunakan dalam upaya konservasi lahan setempat.
1.3.
Identifikasi
masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dapat
diidentifikasi beberapa masalah yaitu sebagai berikut.
·
Kemajuan sektor pertanian di Indonesia sangatlah pesat sehingga
timbul banyak masalah terutama dalam pemanfaatan sumberdaya lahan yang
tersedia.
·
Saat ini, kebanyakan para pelaku pertanian tidak
terlalu memperdulikan keberlanjutan pertanian sehingga banyak terjadi
bencana yang tidak diinginkan akibat praktik pertanian yang tidak berwawasan
lingkungan.
Bab II. METODE
2.1. Alat dan Bahan
Pada
kegiatan praktikum ini alat dan bahan yang digunakan antara lain:
o
Klinometer
o
GPS
o
Alat tulis
o
Kamera
2.2. Waktu dan Tempat
Kegiatan dilakukan pada pagi hari bertempat di lahan
ciparanje. Tempat yang dipilih sebagai lahan konservasi berada pada kemiringan
20%, pada lahan ini kemungkinan terjadinya erosi berupa erosi lembar di mana lapisan
tanah secara tipis dan merata berbentuk lembar pada permukaan bidang tanah.
2.3. Metode Kegiatan
Metode kegiatan yang digunakan
merupakan metode konservasi atau pengamatan langsung dengan langkah kegiatan
sebagai berikut,
1.
Menentukan titik lokasi yang akan digunakan sebagai objek
kajian konservasi
2.
Mengetahui koordinasi awal titik lokasi yang didapat dari
googlemaps
3.
Mengetahui koordinasi aktual titik lokasi dengan
menggunakan GPS
4.
Mengetahui ketinggian titik lokasi menggunakan GPS
5.
Mengetahui tingkat kemiringan lahan dan persentase
kemiringan menggunakan klinometer
6.
Mendeskripsikan lokasi lahan berupa vegetasi dominan,
penggunaan lahan, permukaan batuan, dan kondisi drainase untuk menentukan
tindakan konservasi yang tepat
7.
Menentukan tindakan konservasi yang tepat sesuai keadaan
titik lokasi.
Bab III. HASIL PEMBAHASAN
3.1. Lokasi Pengamatan
Lokasi
pengamatan yaitu pada lahan dengan titik kordinat 6018’-7000’
LS dan 105025’-106030’ BT, Ciparanje. Lahan pengamatan
ini terletak pada ketinggian ± 780 mdpl. dengan jenis tanah inceptisols, pH
rata-rata 6,22 serta tipe iklim C (Klasifikasi menurut Schimnt dan Fergusson)
dengan tipe curah hujan C3 menurut Oldemen. Suhu rata-rata hariannya yaitu
23-280C, kelembaban rata-rata harian 78,3%
3.2. Kondisi Lahan
Lahan yang kita amati merupakan lahan yang belum
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Hal ini ditunjukkan dari
vegetasi yang tumbuh dominan dengan gulma atau rumput liar. Lahan ini juga
memiliki tingkat kemiringan sebesar 20% dengan ketinggian lebih dari 780mdpl dengan jenis tanah inceptisols, pH rata-rata 6,22 serta
tipe iklim C (Klasifikasi menurut Schimnt dan Fergusson) dengan tipe curah
hujan C3 menurut Oldemen. Suhu rata-rata hariannya yaitu 23-280C,
kelembaban rata-rata harian 78,3%
3.3. Pembahasan
Kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat
topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Faktor
panjang lereng adalah jarak horizontal dari permukaan atas yang mengalir ke
bawah di mana gradien lereng menurun hingga ke
titik awal atau ketika limpasan permukaan (run off) menjadi terfokus
pada saluran tertentu (Asdak 2010). Kemiringan lereng akan mempengaruhi
besarnya limpasan permukaan. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar
kemiringan lereng maka akan meningkatkan jumlah dan kecepatan aliran. Adanya
peningkatan jumlah dan kecepatan aliran akan memperbesar energi kinetik
sehingga kemampuan untuk mengangkut butir-butir tanah juga akan meningkat.
Selain itu semakin panjang lereng suatu lahan menyebabkan semakin banyak air
permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi lebih tinggi
kedalaman maupun kecepatannya.
3.4. Penentuan Tindakan Konservasi
Usaha untuk konservasi yang tepat pada
lahan tersebut antara lain dengan metode mekanik berupa pembuatan teras bangku
dan dengan metode vegetatif berupa penanaman tanaman penguat teras. Fitriyah dan Fuad (2014) menyatakan, di daerah perbukitan
yaitu pada tata guna lahan pertanian lahan kering diusulkan upaya pembuatan
teras bangku yang ditanami dengan tanaman penguat teras. Teras bangku dibangun
sepanjang kontur pada interval yang sesuai dan ditanami dengan gebalan rumput
untuk penguat teras yang berperan untuk melindungi permukaan tanah dari daya
dispersi dan daya penghancur oleh butir-butir hujan. Selain itu berperan pula
dalam hal memperlambat aliran permukaan serta melindungi tanah permukaan dari
daya kikis aliran permukaan. Jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai
penguat teras menurut Asdak
(2010) seperti Althenanthera amoena (bayam kremek), Indigofera endecaphylla (dedekan), Agerantum conyzoides (bandotan), Panicum maximum (rumput benggala) dan Panicum ditachyyum (balaban, paitan).
DAFTAR PUSTAKA
Asdak C 2010. Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Fitriyah F N, Fuad Halim dan M. I. Jasin 2014. Penanganan Masalah Erosi
Dan Sedimentasi di Kawasan Kelurahan Perkamil.Jurnal Sipil Statik 2(4): 173-181.