LAPORAN
PRAKTIKUM
HASIL
WAWANCARA PETANI TOMAT DIDESA GENTENG
Laporan
praktikum ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pengendalian
Hama dan Penyakit Tanaman.
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Ahmad Yasin
|
150510140045
|
Niki Rahayu
|
150510140057
|
Kirana Sonya Harviana
|
150510140061
|
Fanni Septiani Silalahi
|
150510140084
|
Aten Komarya
|
150510140089
|
Kelas
C
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
pembuatan Laporan Praktikum hasil wawancara petani tomat didesa genteng.
Penulis mendapat bantuan
dari berbagai pihak dalam penulisan makalah ini, maka pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.Ir. Noor Istifadah, Mc.P selaku dosen
yang telah memberikan kesempatan sehingga makalah ini dapat selesai dengan
lancar. Orangtua dirumah yang telah memberikan bantuan materil maupun do’anya,
sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya,
penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna
untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
I. PENDAHULUAN
1.1. TOPOGRAFI DESA (penyusun: Kirana)
Desa
Genteng terbentuk sekitar tahun 1845 pada masa pendudukan pemerintahan Belanda
serta masih menginduk di Kewadanaan Tanjungsari. Desa Genteng merupakan desa
yang mempunyai jumlah penduduk 6042 Jiwa, 2087 KK yang terbagi kedalam 6 dusun,
19 RW dan 76 RT dengan Jumlah penduduk laki-laki adalah 3044 jiwa dan penduduk
perempuan adalah 2998 jiwa.
Secara administratif Desa Genteng merupakan salah satu
dari 7 Desa di Wilayah Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedang yang terletak 3 Km
ke arah Utara dari Kecamatan Sukasari. Desa Genteng berada di ketinggian 1200
meter diatas permukaan laut dengan wilayah ± 1300 Hektar. Desa Genteng
berbatasan dengan beberapa desa yaitu Sebelah Barat berbatasan dengan desa
Banyuresmi, Sebelah Timur berbatasan dengan desa Kadakajya, Sebelah Selatan
berbatasan dengan desa Sukasari, Sebelah Utara berbatasan dengan desa
Kehutanan.
Suhu
didaerah Desa Genteng adalah 30oC. Iklim
Desa Genteng, sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia mempunyai Iklim Kemarau dan Penghujan, hal
tersebut mempunyai pengaruh langsung
terhadap pola tanam yang ada di Desa Genteng Kecamatan Sukasari. Iklim suatu daerah sangat
berpengaruh dalam kehidupan utamanya untuk pertumbuhan tanaman dan kelangsungan
hidup binatang ternak. Selain itu, kondisi
geografis desa Genteng umumnya merupakan perbukitan.
Keadaan social masyarakat terlihat
sangat kental, yakni masih adanya sifat kegotong-royongan masyarakat dalam
berbagai kegiatan. Misalnya saja dalam kegiatan kerja bakti social, kegiatan
pembangunan baik yang dilaksanakan oleh perorangan ataupun kegiatan yang
berkaitan dengan program pemerintah. Baik yang dilaksanakan oleh pemerintah
desa ataupun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan melalui program lainnya.
Penduduk Desa Genteng umumnya bermatapencaharian sebagai petani dan peternak
sehingga keadaan ekonomi di desa Genteng lebih di dominasi dari hasil petani
pertanian dan peternakan.
II. OBSERVASI LAPANGAN
2.1 Petani ke-1 (penyusun: Niki Rahayu )
2.1.1 Biodata Petani
Nama Petani
|
: Bpk. Unan
|
Umur
|
: 65 Tahun
|
Pendidikan Terakhir
|
: Sekolah Dasar
|
Pekerjaan Utama
|
: Petani
|
Pekerjaan Istri
|
: Pedagang
|
Jumlah Tanggungan
|
: 2 Anggota Keluarga
|
Lokasi Lahan
|
: Dusun Karang Sari, Desa
Genteng
|
Petani Konoditas Tanaman
|
: Padi
|
2.1.2 Kondisi Agroekosistem
A
|
Jenis Lahan
|
: Sawah
|
B
|
Luas Lahan
|
: 100 tumbak ( + 1400 m2)
|
C
|
Status Kepemilikan Lahan
|
: Bagi hasil
|
D
|
Kondisi Lokasi Lahan
|
: 1200 Mdpl.
|
Topografi
|
: Perbukitan
|
|
E
|
Kondisi Tanah
|
:
|
F
|
Sistem Tanam
|
: Monokultur
|
G
|
Jenis Tanaman Utama
|
: Padi
|
Jenis Tanaman Sekunder
|
: -
|
|
H
|
Jenis Tanaman Yang Diusahakan 1
Tahun Terakhir dan Masa Tanaman Masing-masing Jenis Tanaman
|
: Padi
|
i
|
Jenis Tanaman/ Tumbuhan yang
berbatasan dengan lahan yang diamati:
a.
Selatan
b.
Barat
c.
Timur
d. Utara
|
Padi
Padi
Padi
Padi
|
j
|
Kondisi lingkungan (Musim) saat
survey dilakukan
|
: Cerah di Musim Penghujan
|
2.1.3 Hama dan Penyakit yang ditemukan
No
|
Jenis
Hama
|
Intensitas
Kerusakan (Populasi Hama)
|
Bagian
Tanaman Yang Diserang
|
Tanda
Kerusakan
|
1
|
Walangsangit
|
Populasi
hama hanya diketemukan 1 pertanaman.
|
Malai
|
|
2
|
Penggerek batang
|
Populasi
hama hanya diketemukan 1 pertanaman.
|
Malai dan batang
|
Bagian
malai padi menjadi hampa
|
2.1.4 Musuh alami yang ditemukan
No
|
Jenis
musuh alami
|
Ditemukan
pada bagian tanaman
|
Karakteristik
musuh alami
|
1
|
Laba-laba
|
Ditemukan pada bagian antar daun, membentuk jaring
laba-laba
|
2.1.5 Hama penyakit yang biasa menyerang pertanaman
No
|
Jenis
Hama / Penyakit
|
Kapan
Terjadinya
|
Kerugian
Yang Diakibatkan
|
1
2
3
|
Tikus
Wereng
coklat
Penggerek
batang
|
Setiap
musim tanam
|
Mengurangnya
hasil produksi padi.
|
2.1.6 Komponen Pengendalian
No
|
Keterangan
|
Hasil
Survey
|
1
|
Benih yang digunakan dari mana
asalnya?
|
Benih sendiri dari hasil panen
tahun lalu
|
Jika membeli apakah benih
tersebut Bersertifikat?
|
-
|
|
2
|
Apakah sebelum ditanam benih
diberi prlakuan?
|
Tidak, kertika saya mendapatkan
benih maka saya langsung melakukan kegiatan pertanaman yaitu dengan memulai
persemaian.
|
3
|
Pengolahan tanah
a. Setelah panen, berapa lama tanah dibiarkan sebelum
diolah?
b. Saat pengolahan tanah, apa yang dilakukan terhadap sisa-sisa
tanaman?
|
a. Setelah pasca panen saya mengolah ahan tersebut secara
langsung
b. Sisa-sisa tanaman yang tersisa dari hasil pasca panen
saya kumpulkan dan saya jual sebagai pakan ternak.
|
4
|
Apakah bapak melakukan
pemupukan.
a. Jika ya, Jenis pupuk apa yang digunakan?
b. Seberapa banyak jumlah pupuk yang digunakan?
c. Berapa kali melakukan pemupukan?
|
a. N, P, K (poska)
b. 40/100 bata
c. 2x
|
5
|
Jarak tanam yang sekarang
sedang dibudidayakan?
|
Jarak tanaman padi yang satu
dengan yang lainya berjarak 25x25 cm
|
6
|
Sistem Irigasi (tadah hujan/
irigasi pedesaan/ irigasi teknis/...dsb)
|
Di desa genteng ini para petani
menggunakan sistem irigasi teknis yaitu sistem irigasi dengan membuka dan
menutup pintu air yang berasal dari mata air gua wallet yang sudah dikelola
oleh sebuah instansi air negara.
|
7
|
Ketersediaan air dalam sethun
(< 6 bulan; 6-9 bulan; 9-12 bulan)
|
Baik. (9-12)
Tapi ketika sedang musim
kemarau panjang kadang para petani kekurangan air. Sehingga satu-satunya yang
diandalkan yaitu dari gua wallet.
|
8
|
Drainase (buruk/ sedang/
baik)
|
Drainase di desa genteng cukup
baik (sedang) dikarenakan,adanya buka tutup pintu air. Dan pembagian air
cukup adil.
|
9
|
Sanitasi
a. Penanganan gulma, cara dan kapan dilakukan
penanganannya.
b. Penanganan sisa-sisa tumbuhan gulma.
|
a. caranya
dengan mengunakan pengendalia mekanik berupa pencabutan manual menggunakan
tangan yang dikenal dengan istilah ngarambet. Dan kapan dilakukan
pengendaliannya 2 x 1 bulan.
b. Dibenamkan saat pengolahaan tanah
|
10
|
Penggunaan perangkap.
a. Apa saja perangkap yang digunakan?
b. Kapan dipasang perangkap tersebut?
c. Jumlah perangkap per luasan lahan yang digunakan?
|
-
|
11
|
Pengendalian biologi, apakah
digunakan?
|
Tidak, petani di desa genteng rata-rata belum
mengetahui pengendalian tersebut. Mereka masih mengandalkan penggunaan
pestisida.
|
12
|
Pestisida nabati, apkah
digunakan?
|
Tidak
|
13
|
Apakah bapak menyemprot tanaman
bapak?
a. Jenisnya?
b. Seberapa
sering dilakukan penyemprotan?
c. Jika
ya, apakah nama obatnya? Selalu sama apa beda?
d. Apakah
obat itu dicampurkan sebelum digunakan atau terpisah?
e. Bagaimana
hasil penyemprotannya?
|
Ya
a. Insekisida
b. 2x
c. Beda.
Salah satunya ada akodan
d. Dicampur
sekaligus
e. Selama
saya menggunakannya, bagus bagus saja.
|
2.2 Petani ke-2 (Penyusun; Ahmad Yasin)
2.2.1 Biodata Petani
Nama Petani
|
: bpk
totong
|
Umur
|
: 62 Tahun
|
Pendidikan Terakhir
|
: Sekolah Dasar
|
Pekerjaan Utama
|
: Petani
|
Pekerjaan Istri
|
: Rumah tangga
|
Jumlah Tanggungan
|
: 3 Anggota Keluarga
|
Lokasi Lahan
|
: Dusun Karang Sari, Desa
Genteng
|
Petani Konoditas Tanaman
|
: Padi
|
2.2.2 Kondisi Agroekosoistem
A
|
Jenis Lahan
|
: Lahan Kering
|
B
|
Luas Lahan
|
: 100 tumbak ( + 1400 m2)
|
C
|
Status Kepemilikan Lahan
|
: Pemilik
|
D
|
Kondisi Lokasi Lahan
|
: 1200 Mdpl.
|
Topografi
|
: Perbukitan
|
|
E
|
Kondisi Tanah
|
: Tekstur
Halus
Jenis Tanah Liat Berlempung
|
F
|
Sistem Tanam
|
: Monokultur
|
G
|
Jenis Tanaman Utama
|
: Padi
|
Jenis Tanaman Sekunder
|
: -
|
|
H
|
Jenis Tanaman Yang Diusahakan 1
Tahun Terakhir dan Masa Tanaman Masing-masing Jenis Tanaman
|
:
Sawah
|
i
|
Jenis Tanaman/ Tumbuhan yang
berbatasan dengan lahan yang diamati:
a. Selatan
b. Barat
c. Timur
d. Utara
|
Padi
Padi
Padi
Padi
|
j
|
Kondisi lingkungan (Musim) saat
survey dilakukan
|
: Cerah di Musim Penghujan
|
2.2.3 Hama Penyakit yang ditemukan
No
|
Jenis
Hama
|
Intensitas
Kerusakan (Populasi Hama)
|
Bagian
Tanaman Yang Diserang
|
Tanda
Kerusakan
|
1
|
Walangsangit
|
Populasi
hama hanya diketemukan 1 pertanaman.
|
Malai
|
|
2
|
Penggerek batang
|
Populasi
hama hanya diketemukan 1 pertanaman.
|
Malai dan batang
|
Bagian
malai padi menjadi hampa
|
3
|
Burung
|
Malai
|
Bagian
malai padi dimakan oleh burung
|
2.2.4 Musuh Alami yang Ditemukan
No
|
Jenis
musuh alami
|
Ditemukan
pada bagian tanaman
|
Karakteristik
musuh alami
|
1
|
Leptocorisa acuta
|
-
(Ditemukannya
pada pinggiran sawah)
|
Nimfa dan imago menyerang buah padi yang matang susu dengan cara menghisap cairan buah, sehingga buah
menjadi hampa
|
2.2.5 Hama penyakit yang biasa menyerang pertanaman
No
|
Jenis
Hama / Penyakit
|
Kapan
Terjadinya
|
Kerugian
Yang Diakibatkan
|
1
2
3
|
Tikus
Tungro
Wereng
|
Setiap musim tanam
|
Mengurangnya
hasil produksi padi
|
2.2.6 Komponen Pengendalian
No
|
Keterangan
|
Hasil
Survey
|
1
|
Benih yang digunakan dari mana
asalnya?
|
Membelinya dari penjual benih
|
Jika membeli apakah benih tersebut
Bersertifikat?
|
||
2
|
Apakah sebelum ditanam benih
diberi prlakuan?
|
Ya , dengan direndam di air terlebih dahulu
|
3
|
Pengolahan tanah
c. Setelah panen, berapa lama tanah dibiarkan sebelum
diolah?
d. Saat pengolahan tanah, apa yang dilakukan terhadap sisa-sisa
tanaman?
|
c. Lansung
di olah kembali
d. Sisa-sisa tanaman di diamkan agar menjadi pupuk dan setengan
sisanya di buat untuk pakan ternak
|
4
|
Apakah bapak melakukan
pemupukan.
d. Jika ya, Jenis pupuk apa yang digunakan?
e. Seberapa banyak jumlah pupuk yang digunakan?
f.
Berapa
kali melakukan pemupukan?
|
d. Pupuk kandang diberikan diawal, pada saat pengolahan
lahan. Dan pupuk kimia sintetik berupa NPK (Mutiara) dan Za.
e. Tidak
tentu
f.
-
|
5
|
Jarak tanam yang sekarang
sedang dibudidayakan?
|
25 X 25 cm
|
6
|
Sistem Irigasi (tadah hujan/
irigasi pedesaan/ irigasi teknis/...dsb)
|
Para petani menggunakan sistem
irigasi teknis yaitu sistem irigasi dengan membuka dan menutup pintu air yang
berasal dari mata air gua wallet yang sudah dikelola oleh sebuah instansi air
negara.
|
7
|
Ketersediaan air dalam sethun
(< 6 bulan; 6-9 bulan; 9-12 bulan)
|
Keteresediaan air disini
sebenarnya mencukupi pada musim penghujan ,
tetapi pada musim kemarau panjang mereka menggunakan sistem perjam untuk
setiap petak sawah
|
8
|
Drainase (buruk/ sedang/
baik)
|
Drainase di desa genteng cukup
baik (sedang) dikarenakan, kesadaran warga tidak membuang sampah sembarangan
pada aliran air.
|
9
|
Sanitasi
c. Penanganan gulma, cara dan kapan dilakukan
penanganannya.
d. Penanganan sisa-sisa tumbuhan gulma.
|
c. caranya
dengan mengunakan pengendalia mekanik berupa pencabutan manual menggunakan
tangan. Dan di cangkul
d. di
masukkan ke dalam lumpur pada lahan sawah
|
10
|
Penggunaan perangkap.
d. Apa saja perangkap yang digunakan?
e. Kapan dipasang perangkap tersebut?
f.
Jumlah
perangkap per luasan lahan yang digunakan?
|
a.
-
b.
-
c.
-
|
2.3 Petani ke-3 (penusun : Fanni )
2.3.1 Biodata Petani
Nama Petani
|
: Bpk. Nana
|
Umur
|
: 60 Tahun
|
Pendidikan Terakhir
|
: Sekolah Dasar
|
Pekerjaan Utama
|
: Petani
|
Pekerjaan Istri
|
: Petani
|
Jumlah Tanggungan
|
: 1 Anggota Keluarga
|
Lokasi Lahan
|
: Dusun Karang Sari, Desa Genteng
|
Petani Konoditas Tanaman
|
: Padi
|
2.3.2 Kondisi Agroekosoistem
A
|
Jenis Lahan
|
: Lahan Basah
|
B
|
Luas Lahan
|
: 100 tumbak ( + 1400 m2)
|
C
|
Status Kepemilikan Lahan
|
: Milik Sendiri
|
D
|
Kondisi Lokasi Lahan
|
: 1200 Mdpl.
|
Topografi
|
: Perbukitan
|
|
E
|
Kondisi Tanah
|
: Tekstur Halus
Jenis Tanah Liat Berlempung
|
F
|
Sistem Tanam
|
: Monokultur
|
G
|
Jenis Tanaman Utama
|
: Padi
|
Jenis Tanaman Sekunder
|
: -
|
|
H
|
Jenis Tanaman Yang Diusahakan 1 Tahun Terakhir dan Masa Tanaman
Masing-masing Jenis Tanaman
|
: Sawah
|
i
|
Jenis Tanaman/ Tumbuhan yang berbatasan dengan lahan yang
diamati:
a.
Selatan
b.
Barat
c.
Timur
d.
Utara
|
Padi
Padi
Padi
Padi
|
j
|
Kondisi lingkungan (Musim) saat
survey dilakukan
|
: Cerah di Musim Penghujan
|
2.3.3 Hama Penyakit yang ditemukan
No
|
Jenis Hama
|
Intensitas
Kerusakan (Populasi Hama)
|
Bagian Tanaman Yang
Diserang
|
Tanda Kerusakan
|
1
|
Wereng Coklat
|
Bulai Padi
|
||
2
|
Walang Sangit
|
2.3.4 Hama penyakit yang biasa menyerang pertanaman
No
|
Jenis
Hama / Penyakit
|
Kapan
Terjadinya
|
Kerugian
Yang Diakibatkan
|
1
2
3
|
Tikus
Tungro
Wereng
|
Setiap musim tanam
|
Mengurangnya
hasil produksi padi
|
2.4 Perhitungan Intensitas Kerusakan akibat Walang Sangit (Penyusun Aten)
2.4.1 Teknik sampling
Luas lahan yang diamati sekitar 100
tumbak. Untuk mengambil sampel tanaman dari 100 tumbak diambil 10%-nya yaitu 10
tumbak. Sebaran sampel dibagi menjadi 5 titik pengamatan secara zig-zag, dari
10 tumbak dibagi menjadi 2 tumbak /titik. Jumlah tanaman yang diamati yaitu
10%-nya per titik sampel. Yaitu 36 tanaman per titik. Tiap titik menggunakan
metode pengambilan sampel dangan cara random.
Luas lahan yang diamati sekitar 100
tumbak. Untuk mengambil sampel tanaman dari 100 tumbak diambil 10%-nya yaitu 10
tumbak. Sebaran sampel dibagi menjadi 5 titik pengamatan secara zig-zag, dari
10 tumbak dibagi menjadi 2 tumbak /titik. Jumlah tanaman yang diamati yaitu
10%-nya per titik sampel. Yaitu 36 tanaman per titik. Tiap titik menggunakan
metode pengambilan sampel dangan cara random.
Perhitungan jumlah tanaman yang diamati:
Luas
Lahan = 2 tumbak = 28,2 m2 = 142000 cm2
Jarak
Tanam = 25 x 25 cm = 625 cm2
Efisiensi
lahan = 80%
Jumlah tanaman yang diamati = jumlah
tanaman x 10%
= 363,5 x 10%
= 36 tanaman
2.4.2 Skoring kerusakan
No
tanaman
|
Skoring
|
||||
Titik
a
|
Titik
b
|
Titik
c
|
Titik
d
|
Titik
e
|
|
1
|
1
|
2
|
1
|
1
|
1
|
2
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
3
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
4
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
5
|
1
|
0
|
0
|
0
|
1
|
6
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
7
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
8
|
1
|
2
|
0
|
1
|
1
|
9
|
2
|
2
|
0
|
0
|
1
|
10
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
11
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
12
|
4
|
1
|
0
|
1
|
0
|
13
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
14
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
15
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
16
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
17
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
18
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
19
|
1
|
3
|
1
|
0
|
1
|
20
|
1
|
3
|
1
|
1
|
0
|
21
|
4
|
1
|
1
|
1
|
0
|
22
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
23
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
24
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
25
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
26
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
27
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
28
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
29
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
30
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
31
|
1
|
0
|
2
|
1
|
0
|
32
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
33
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
34
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
35
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
36
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
Keterangan
Skoring
Skor
|
% kerusakan
|
0
|
Tidak ada kerusakan
|
1
|
Tingkat keruakan 1-25 %
|
2
|
Tingkat keruakan 25-50 %
|
3
|
Tingkat keruakan 50-75 %
|
4
|
Tingkat keruakan 75-100 %
|
2.4.3 Perhitungan Intensitas Kerusakan
I. Pembahasan
1.1 Hama dan Penyakit penting pada Tanaman Padi
1.1.1 Penggerek Batang (Peyusun : Ahmad yasin)
Penggerek batang mempunyai beberapa jenis,
ada penggerek batang padi kuning (1), putih (2), bergaris (3) dan merah jambu
(4). Petani pada umumnya mengenal serangan penggerek batang padi dengan istilah
sundep (anakan kerdil) atau beluk (gabah hampa).
Ciri padi terserang sundep bisa dilihat dari
gejala anakan yang kerdil atau bahkan mati, kemudian malai padi yang terbentuk
berwarna coklat, kering atau gabah hampa, saat batang dicabut mudah terlepas.
Penggerek batang
menyerang sejak fase bibit hingga pembentukan malai. Ngengat dewasa aktif pada
malam hari dan siklus hidup sekitar 40-70 hari, tergantung jenisnya. Telur
biasanya diletakkan dibawah permukaan daun atau dekat ujung daun dengan ciri
seperti gundukan kecil yang diselimuti bulu-bulu halus mengkilap yang berasal
dari bulu belakang ngengat induk betina.
Pergerakan larva setelah menetas adalah
kearah bawah menuju pangkal dan mulai menggerek atau merusak pada anakan utama,
hingga setelah mulai dewasa beralih ke anakan lainnya. Larva awalnya menyerang
akar hingga menyerang batang padi bagian dalam. Saat larva menyerang akar
gejala yang ditimbulkan berupa anakan kerdil atau mati. Sedangkan ketika larva
sudah masuk ke dalam batang, maka larva akan merusak pembuluh bagian dalam
batang. Sehingga batang putus dan saat dicabut mudah terlepas. Larva penggerek
batang dapat dengan mudah dikenali ketika berada di dalam batang.
Dengan melihat kebiasaan tersebut, pengendalian hama lebih efektif dengan menekan populasi ngengat dewasa. Karena fase merusak pada larva lebih sulit dikendalikan daripada menangkap dewasa.
Dengan melihat kebiasaan tersebut, pengendalian hama lebih efektif dengan menekan populasi ngengat dewasa. Karena fase merusak pada larva lebih sulit dikendalikan daripada menangkap dewasa.
Gejala serangan saat fase vegetatif biasa
disebut dengan sundep. Gejala serangan
pada fase generatif menyebabkan malai muncul putih dan hampa yang disebut
beluk. Kerugian yang besar terjadi bila penerbangan ngengat bersamaan dengan
stadia tanaman bunting.
3.1.2 Tikus (Peyusun : Niki Rahayu)
Tikus
sawah merupakan hama utama penyebab kerusakan padi di Indonesia. Rata-rata
tingkat kerusakan tanaman padi mencapai 20% per tahun. Serangan
tikus sawah terjadi sejak pesemaian hingga panen, bahkan dalam gudang
penyimpanan padi. Pengendalian tikus sawah relatif lebih sulit karena sifat biologi
dan ekologinya yang berbeda dibanding hama padi lainnya.
Tikus sawah sebagian besar tinggal di persawahan dan
lingkungan sekitar sawah.Daya adaptasi tinggi, sehingga mudah tersebar di
dataran rendah dan dataran tinggi. Mereka suka menggali liang untuk berlindung
dan berkembangbiak, membuat terowongan atau jalur sepanjang pematang dan
tanggul irigasi.
Tikus sawah termasuk omnivora (pemakan segala jenis
makanan).Apabila makanan berlimpah mereka cenderung memilih yang paling
disukai, yaitu biji-bijian/padi yang tersedia di sawah.Pada kondisi bera, tikus
sering berada di pemukiman, mereka menyerang semua stadium tanaman padi, sejak
pesemaian sampai panen.Tingkat kerusakan yang diakibatkan bervariasi tergantung
stadium tanaman.
Jumlah anak tikus per induk beragam antara 6-18 ekor, dengan
rata-rata 10,8 ekor pada musim kemarau dan 10,7 ekor pada musim hujan, untuk
peranakan pertama. Peranakan ke 2-6 adalah 6-8 ekor, dengan rata-rata 7
ekor.Peranakan ke 7 dan seterusnya, jumlah anak menurun mencapai 2-6 ekor,
dengan rata-rata 4 ekor.Interval antar peranakan adalah 30-50 hari dalam
kondisi normal.Pada satu musim tanam, tikus betina dapat melahirkan 2-3 kali,
sehingga satu induk mampu menghasilkan sampai 100 ekor tikus, sehingga populasi
akan bertambah cepat meningkatnya. Tikus betina terjadi cepat, yaitu pada umur
40 hari sudah siap kawin dan dapat bunting.Masa kehamilan mencapai 19-23 hari,
dengan rata-rata 21 hari.Tikus jantan lebih lambat menjadi dewasa daripada
betinanya, yaitu pada umur 60 hari. Lama hidup tikus sekitar 8 bulan.
Sarang tikus pada pertanaman padi masa vegetatif cenderung pendek dan dangkal, sedangkan pada masa generatif lebih dalam, bercabang, dan luas karena mereka sudah mulai bunting dan akan melahirkan anak. Selama awal musim perkembangbiakan, tikus hidup masih soliter, yaitu satu jantan dan satu betina, tetapi pada musim kopulasi banyak dijumpai beberapa pasangan dalam satu liang/sarang. Dengan menggunakan Radio Tracking System, pada fase vegetatif dan awal generatif tanaman, tikus bergerak mencapai 100-200 m dari sarang, sedangkan pada fase generatif tikus bergerak lebih pendek dan sempit, yaitu 50-125 m dari sarang.
Sarang tikus pada pertanaman padi masa vegetatif cenderung pendek dan dangkal, sedangkan pada masa generatif lebih dalam, bercabang, dan luas karena mereka sudah mulai bunting dan akan melahirkan anak. Selama awal musim perkembangbiakan, tikus hidup masih soliter, yaitu satu jantan dan satu betina, tetapi pada musim kopulasi banyak dijumpai beberapa pasangan dalam satu liang/sarang. Dengan menggunakan Radio Tracking System, pada fase vegetatif dan awal generatif tanaman, tikus bergerak mencapai 100-200 m dari sarang, sedangkan pada fase generatif tikus bergerak lebih pendek dan sempit, yaitu 50-125 m dari sarang.
Tikus sawah merusak tanaman padi
pada semua stadia pertumbuhan dari semai hingga panen (periode prapanen),
bahkan di gudang penyimpanan (periode pascapanen).Kerusakan parah terjadi
apabila tikus menyerang padi pada stadium generatif, karena tanaman sudah tidak
mampu membentuk anakan baru.Ciri khas serangan tikus sawah adalah kerusakan
tanaman dimulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir, sehingga
pada keadaan serangan berat hanya menyisakan 1-2 baris padi di pinggir petakan.
3.1.3 Wereng Hijau (Peyusun : Aten Komarya)
Wereng hijau (Nephotettix sp.)
merupakan salah satu hama utama yang sering menyebabkan kerusakan pada tanaman
padi, karena hama tersebut dapat menularkan (vektor) penyakit tungro, dengan
rentang efisiensi penularan antara 35 – 83% (Ling, 1970). Pada saat ini yang
mendominasi komposisi spesies wereng hijau di Indonesia adalah Nephotettix
virecens (Siwi dan Tantera, 1982) dan telah menyeabkan kerusakan pada hampir
semua daerah penghasil beras di Indonesia (Anonim, 1997). Tinggi rendahnya
kerugian yang diakibatkan oleh serangan tungro yang ditularkan oleh serangga
ini tergantung dari jumlah populasi wereng hijau sebagai vektor virus tungro,
bentuk virus yang menyerang,
tingkat ketahanan varietas tanaman
dan waktu terjadinya infeksi. Perkembangan wereng hijau berkorekasi positif
dengan keberadaan penyakitungro di lapangan khususnya dari spesies
N. virescens terutama stadia imago, karena stadia imago tiga
kali lebih efektif didalam menularkan penyakit tungro dari
pada stadia nimfa, karena stadia imago mobiltasnya lebih tinggi untuk bergerak
menghisap tanaman yang sakit (Anonim, 1977). Infeksi yang terjadi akibat
serangga ini dapat terjadi mulai dari persemaian sampai umur 60 hari setelah
tanam, dimana pada stadium ini tanaman sangat rentan (Sama, 1990).
Gejala kerusakan yang ditimbulkannya
adalah tanaman menjadi kerdil, anakan berkurang, daun berubah warna menjadi
kuning sampai kuning oranye. Ambang
kendali adalah 5 ekor wereng hijau per rumpun. Jika tungro juga ada di
lapang, 2 tanaman bergejala tungro per 1000 rumpun pertanda tungro telah
ditularkan dan dapat merusak tanaman. Siklus hidup 23-30 hari.
Wereng hijau umumnya ditemukan di
sawah irigasi dan tadah hujan, tidak lazim di pertanaman padi gogo. Wereng
hijau lebih menyukai menghisap cairan tanaman pada daun bagian pinggir daripada
di pelepah daun atau daun bagian tengah. Hama ini sangat menyukai tanaman yang dipupuk
nitrogen tinggi
Penghitungan
intensitas kerusakan dilakukan dengan perhitungan incident severity. Sampel yang diambil yaitu 10 % dari total
barisan pada lahan tersebut. Perhitungan dilakukan dengan mengambil sampel
perbarisan. Pengamatan dilakukan per rumpun padi. Padi yang terserang dianggap
1 kerusakannya karena wereng hijau ini vertor penyakit tungro yang menyebabkan
1 rumpun rusak apabila terserang (penyakit sistemik).
Rumus perhitungn:
3.1.4 Hawar Daun Bakteri (Peyusun : Kirana H)
Bakteri Xanthomonas campestris pv. Oryzae berbentuk batang pendek, di ujungnya
mempunyai satu flagel dan berfungsi sebagai alat gerak. Bakteri ini berukuran
6-8 bersifat aerob,gram negatif dan tidak membentuk spora . Diatas media PDA
bakteri ini membentuk koloni bulat cembung yang berwarna kuning keputihan
sampai kuning kecoklatan dan mempunyai permukaan yang licin. Gejala serangan
penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi bersifat sistematis dan dapat
menginfeksi tanaman pada berbagai stadium pertumbuhan. Gejala penyakit ini
dapat dibedakan menjadi tiga macam,yaitu: (1). Gejala layu (kresek) pada
tanaman muda atau tanaman dewasa yang peka ,(2). Gejala hawar dan (3). Gejala
daun kuning pucat.
Gejala layu yang kemudian
dikenal dengan nama kresek umumnya terhadap pada tanaman muda berumur 1-2
minggu setelah tanam atau tanaman dewasa yang rentan .Pada awalnya gejala
terdapat pada tepi daun atau bagian daun yang luka berupa garis bercak
kebasahan, bercak tersebut meluas berwarna hijau keabu-abuan , selanjutnya
seluruh daun menjadi keriput dan akhirnya layu seperti tersiram air panas.
Sering kali bila air irigasi tinggi, tanaman yang layu terkulai kepermukaan air
dan menjadi busuk.Pada tanaman yang peka terhadap penyakit ini,gejala terus
berkembang hingga seluruh permukaan daun,bahkan kadang-kadang pelepah padi
sampai mengering.Pada pagi hari cuaca lembab ,eksudat bakteri sering keluar ke
permukaan daun dan mudah jatuh oleh hembusan angin,gesekan angin,geekan daun
atau percikan air hujan. Eksudat ini merupakan sumber penularan yang efektif.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan penyakit hawar daun bakteri kultivar padi mempunyai
tingkat ketahanan yang berbeda terhadap Xanthomonas.
Ketahanan disebabkan karena: 1. Bakteri terhambat penetrasinya, 2. Bakteri
tidak dapat meluas secara sistematik, dan 3. Tanaman bereaksi langsung tehadap
bakteri. Penyebaran penyakit yang disebabkan oleh Xanthomonas dibantu juga oleh hujan,karena hujan akan meningkatkan
kelembaban dan membantu pemencaran bakteri. Intensitas penyakit yang tertinggi
terjadi pada akhir musim hujan.Menjelang musim kemarau, suhu optimum untuk
perkembangan Xanthomonas adalah
sekitar 300C.
3.1.5 Hawar Pelepah Padi (Peyusun : Fani Septiani)
Rhizoctonia solani
menyerang benih tanaman dibawah permukaan tanah, tetapi juga dapat menginfeksi
polong,akar,daun dan batang.Gejala yang paling umum dari Rhizoctonia adalah
“redaman off”, atau kegagalan benih yang terinfeksi untuk
berkecambah.Rhizoctonia soloni dapat menyerang benih sebelum berkecambah atau
dapat membunuh bibit sangat muda segera setelah terjadi perkecambah.Ada
berbagai kondisi lingkungan yang menempatkan tanaman pada risiko tinggi infeksi
karena Rhizoctonia patogen lebih suka iklim basah hangat untuk infeksi dan
pertumbuhan. Bibit adalah yang paling rentan terhadap penyakit hawar pada
pelepah.
Pengendalian hawar
pelepah padi (Rhizoctonia solani Kuhn) dapat dikendalikan secara kimia,biologi
dan teknik budidayanya. Pengendalian secara kimia dengan menggunakan fungisida
berbahan aktif benomyl,difenoconazal,mankozeb,dan validamycin dengan dosis 2cc
atau 2g per satu liter air dapat menekan perkembangan cendawan R. Solani kuhn
Pengendalian secara
biologi dengan penyemprotan beberapa bakteri antagonis dapat mengurangi tingkat
keparahan hawar pelepah. Penambahan bahan organik yang sudah terdekomposisi
sempurna/sudah matang (kompos jerami dengan C/N rasio ±10) dengan dosis 2
ton/ha, dapat menekan perkecambahan sklerosia di dalam tanah dan menghambat
laju perkembangan penyakit hawar pelepah di pertanaman.
Pengendalian dengan
teknik budidaya diantaranya yaitu menerapkan jarak tanam tidak terlalu rapat,
pemupukan komplit dengan pemberian nitrogen sesuai kebutuhan, serta didukung
oleh cara pengairan yang berselang. Cara ini dapat menekan laju infeksi cendawan
R. solani pada tanaman padi. Disamping
itu, pengurangan sumber inokulum di lapangan dapat dilakukan dengan sanitasi
terhadap gulma-gulma disekitar sawah.Pengendalian penyakit hawar pelepah
mempunyai peluang keberhasilan yang lebih tinggi bila taktik-taktik
pengendalian tersebut di atas dipadukan (pengendalian penyakit secara terpadu).
II. Rekomendasi Pengendalian
Cara pengendalian
|
HAMA PADI
|
PENYAKIT PADI
|
||||
Penggerek Batang
|
Tikus
|
Wereng
Hijau
|
Hawar
Pelepah
Padi
|
Hawar Daun
|
||
Sanitasi
|
✓
|
✓
|
✓
|
✓
|
✓
|
|
Pembalikan Tanah
|
✓
|
✓
|
×
|
✓
|
✓
|
|
Pengapuran
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
|
Varietas Tahan
|
×
|
✓
|
Galah (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7), IR 72 dan IR 66
|
×
|
✓
|
|
Benih bersertifikat
|
✓
|
×
|
✓
|
×
|
✓
|
|
Perlakuan benih
|
✓
|
×
|
×
|
×
|
✓
|
|
Cropping System
|
Teknik Cultural Practices
|
Penanaman serempak
|
Pergiliran Tanam/ tanam dengan system Legowo
|
✓
|
Pergiliran Tanam/ tanam dengan system Legowo
|
|
Jarak Tanam
|
✓
|
✓
|
✓
|
✓
|
✓
|
|
Pemberian Drainase
|
✓
|
✓
|
×
|
✓
|
✓
|
|
Pemupukan
|
×
|
×
|
Pemupukan
Berimbang
|
nitrogen
|
✓
|
|
Penyiangan
|
✓
|
✓
|
✓
|
×
|
✓
|
|
Sanitasi
|
×
|
✓
|
✓
|
×
|
✓
|
|
Pemangkasan
|
×
|
✓
|
✓
|
✓
|
✓
|
|
Biokontrol
|
Metarizium spp, Bacillus thuringiensis,
Cordyceps sp
|
Ular welang
|
Bacillus
thuringiensis dan Beauveria
bassiana
|
bakteri antagonis
|
Coryne-bacterium
|
|
Pestisida
|
Agripo 290 WSC, Bancol 50 WP
|
Rodentisida (czincposphide 22gr/Ha)
|
BPMC, Buprofezin, Etofenproks, Karbofuran
|
benomyl, difenoconazal,
mankozeb,dan validamycin
|
bakterisida
|
|
DAFTAR PUSTAKA
Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi. 2015. Pengendalian Penyakit Kresek dan Hawar
Daun Bakteri. Balitbang – Kementrian
Pertanian
Saputra,
S., N. Yuliani., dan O. Ekalinda. 2012. Wereng Hijau dan Pengendaliannya. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Riau
Yuriyah, S., dkk. 2013. Uji Ketahanan Galur-galur Harapan Padi
terhadap Penyakit Hawar
Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae)
Ras III, IV, dan VIII. Balai Besar
Penelitian
dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar