Rabu, 06 Desember 2017

HAMA PENGGEREK PUCUK

Hama penggerek Pucuk Tebu


Hama penggerek pucuk merupakan hama yang menyerang bagian pucuk pada tanaman tebu . populasi serang hama tersebut biyasanya menyerang pada tanaman PC ,tetapi pada tanaman ratunpun hama tersebut dapat menyerang dengan populasi yang sedikit di bandingkan serangan pada tanaman PC.
Perbandingan Kerugian yang diakibatkan serangan penggerek pucuk teradi pada bulan 1:2:4:5 yang menyebabkan kerugian 15% : 46% : 58% : 77% akibat penurunan hasil yang diakibatkanpencegahan bisa menggunakan beberapa cara yaitu dengan penggunaan bibit  harus bebas dari hama penggerek , menanam varietas unggul yang tahan terhadap hama tersebut dan menjaga kebersihan dari tanaman glagah (saccharum spontaneum L.
Tanda-tanda serang
-          Lorong gerek pada ibu tulang daun
-          Deretan lubang gerekan melintang helai daun
-          Lorong gerekan yang lurus dibagian tengah pucuk tanaman sampai ruas muda di bawah titik tumbuh
-          Titik tumbuh mati , daun muda yang menggulung kuning atau kering
-          Lubang keluar ngengat pada ruas muda
-          Setiap batang berisi satu ekor penggerek
Pengendalian yang dilakukan 
1.    Trichogramma spp.
Penggunaan agen  hayati seperti Trichogramma spp. Untuk memparasiti telur penggerek pucuk . pemasangan dilakukan 8 kali pelepasan dengan interval 1 minggu dengan dosis 100 plas per hektar . pelepasan pertama 16 plas perhektar sedangkan 12 plas perhektar untuk perminggunya.
2.    Penyuntikan Carbuforan

Kamis, 02 Maret 2017

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN KONSERVASI PADA LAHAN CIPARANJE

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN KONSERVASI PADA LAHAN CIPARANJE

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem pertanian berkelanjutan konservasi

Oleh
Kelompok 1
Nur Azizah                       (150510140134)
Ammar Muhtadi               (150510140139)
Rahmaisya Chairini          (150510140152)
Octa Saktianti                   (150510140185)
Wisnu A. Kautsar             (150510140189)
Rima Anggita P.               (150510140220)

Kelas F



PS AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR

2016

Bab I. PENDAHULUAN

1.1.   Latar belakang

Sektor  pertanian  merupakan  sektor  yang  cukup  penting  di  Indonesia karena  Indonesia  merupakan  negara  agraris  di mana  sebagian  besar  lahannya  digunakan   untuk   pertanian dan perkebunan. Di Negara agraris seperti Indonesia, pertanian mempunyai kontribusi penting baik terhadap perekonomian maupun terhadap pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, terutama dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang berarti bahwa kebutuhan akan pangan juga semakin meningkat.
Namun, perubahan penggunaan lahan dalam pembukaan areal pertanian yang tidak  menerapkan teknik konservasi lahan akan dapat menyebabkan kerusakan lahan dan penurunan  fungsi  tanah. Salah satu contohnya yaitu perubahan pertanian di daerah berlereng yang curam dan hutan lindung, serta konversi dari lahan pertanian untuk penggunaan non pertanian yang menyebabkan  kerusakan  sumber  daya  tanah, air, dan hutan. Dengan kebutuhan  lahan  yang  semakin  meningkat,  langkanya  lahan  pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-pertanian, maka perlu adanya teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan.
Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik  lahan  dan  kaidah  konservasi  akan  mengakibatkan  masalah  yang serius   seperti tanah longsor, banjir, kekeringan dan kerusakan lahan-lahan pertanian. Karena itu dalam pemanfaatan lahan harus memperhatikan aspek-aspek konservasi  tanah  dan  air  agar  dapat  memberikan  manfaat yang optimal dan berkelanjutan.  Pemanfaatan  lahan  yang  tidak  memperhatikan  aspek  konservasi tanah tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan lahan, seperti aktivitas-aktivitas yang  telah  berkembang  luas  dengan  bercocok  tanam  di daerah  pegunungan  atau hulu  sungai,  pembukaan  hutan  untuk  pertanian,  dan  pemanfaatan  lahan  kering  di daerah yang berlereng curam sebagai areal pertanian di mana lahan tersebut rawan erosi.
Oleh karena itu, diperlukan adanya rancangan konservasi lahan yang sesuai untuk meminimalisir terjadinya kerusakan yang ditimbulkan akibat praktik pertanian.

1.2.   Tujuan

·         Untuk mengetahui ciri-ciri lahan yang sebaiknya dilakukan tindakan konservasi.
·         Untuk mengetahui teknik konservasi yang sesuai untuk digunakan dalam upaya konservasi lahan setempat.

1.3.   Identifikasi masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi beberapa masalah yaitu sebagai berikut.
·         Kemajuan sektor pertanian di Indonesia sangatlah pesat sehingga timbul banyak masalah terutama dalam pemanfaatan sumberdaya lahan yang tersedia.
·         Saat ini, kebanyakan para pelaku pertanian tidak terlalu memperdulikan keberlanjutan pertanian sehingga banyak terjadi bencana yang tidak diinginkan akibat praktik pertanian yang tidak berwawasan lingkungan.


Bab II. METODE

2.1. Alat dan Bahan

Pada kegiatan praktikum ini alat dan bahan yang digunakan antara lain:
o   Klinometer
o   GPS
o   Alat tulis
o   Kamera

2.2. Waktu dan Tempat

Kegiatan dilakukan pada pagi hari bertempat di lahan ciparanje. Tempat yang dipilih sebagai lahan konservasi berada pada kemiringan 20%, pada lahan ini kemungkinan terjadinya erosi berupa erosi lembar di mana lapisan tanah secara tipis dan merata berbentuk lembar pada permukaan bidang tanah.

2.3. Metode Kegiatan

Metode kegiatan yang digunakan merupakan metode konservasi atau pengamatan langsung dengan langkah kegiatan sebagai berikut,
1.    Menentukan titik lokasi yang akan digunakan sebagai objek kajian konservasi
2.    Mengetahui koordinasi awal titik lokasi yang didapat dari googlemaps
3.    Mengetahui koordinasi aktual titik lokasi dengan menggunakan GPS
4.    Mengetahui ketinggian titik lokasi menggunakan GPS
5.    Mengetahui tingkat kemiringan lahan dan persentase kemiringan menggunakan klinometer
6.    Mendeskripsikan lokasi lahan berupa vegetasi dominan, penggunaan lahan, permukaan batuan, dan kondisi drainase untuk menentukan tindakan konservasi yang tepat
7.    Menentukan tindakan konservasi yang tepat sesuai keadaan titik lokasi.

Bab III. HASIL PEMBAHASAN


3.1. Lokasi Pengamatan

Lokasi pengamatan yaitu pada lahan dengan titik kordinat 6018’-7000’ LS dan 105025’-106030’ BT, Ciparanje. Lahan pengamatan ini terletak pada ketinggian ± 780 mdpl. dengan jenis tanah inceptisols, pH rata-rata 6,22 serta tipe iklim C (Klasifikasi menurut Schimnt dan Fergusson) dengan tipe curah hujan C3 menurut Oldemen. Suhu rata-rata hariannya yaitu 23-280C, kelembaban rata-rata harian 78,3%

3.2. Kondisi Lahan

Lahan yang kita amati merupakan lahan yang belum dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Hal ini ditunjukkan dari vegetasi yang tumbuh dominan dengan gulma atau rumput liar. Lahan ini juga memiliki tingkat kemiringan sebesar 20% dengan ketinggian lebih dari 780mdpl dengan jenis tanah inceptisols, pH rata-rata 6,22 serta tipe iklim C (Klasifikasi menurut Schimnt dan Fergusson) dengan tipe curah hujan C3 menurut Oldemen. Suhu rata-rata hariannya yaitu 23-280C, kelembaban rata-rata harian 78,3%

3.3. Pembahasan

Kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Faktor panjang lereng adalah jarak horizontal dari permukaan atas yang mengalir ke bawah di mana gradien lereng menurun hingga ke titik awal atau ketika limpasan permukaan (run off) menjadi terfokus pada saluran tertentu (Asdak 2010). Kemiringan lereng akan mempengaruhi besarnya limpasan permukaan. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar kemiringan lereng maka akan meningkatkan jumlah dan kecepatan aliran. Adanya peningkatan jumlah dan kecepatan aliran akan memperbesar energi kinetik sehingga kemampuan untuk mengangkut butir-butir tanah juga akan meningkat. Selain itu semakin panjang lereng suatu lahan menyebabkan semakin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi lebih tinggi kedalaman maupun kecepatannya.

3.4. Penentuan Tindakan Konservasi

Usaha untuk konservasi yang tepat pada lahan tersebut antara lain dengan metode mekanik berupa pembuatan teras bangku dan dengan metode vegetatif berupa penanaman tanaman penguat teras. Fitriyah dan Fuad (2014) menyatakan, di daerah perbukitan yaitu pada tata guna lahan pertanian lahan kering diusulkan upaya pembuatan teras bangku yang ditanami dengan tanaman penguat teras. Teras bangku dibangun sepanjang kontur pada interval yang sesuai dan ditanami dengan gebalan rumput untuk penguat teras yang berperan untuk melindungi permukaan tanah dari daya dispersi dan daya penghancur oleh butir-butir hujan. Selain itu berperan pula dalam hal memperlambat aliran permukaan serta melindungi tanah permukaan dari daya kikis aliran permukaan. Jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai penguat teras menurut Asdak (2010) seperti Althenanthera amoena (bayam kremek), Indigofera endecaphylla (dedekan), Agerantum conyzoides (bandotan), Panicum maximum (rumput benggala) dan Panicum ditachyyum (balaban, paitan).

DAFTAR PUSTAKA

Asdak C 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Fitriyah F N, Fuad Halim dan M. I. Jasin 2014. Penanganan Masalah Erosi Dan Sedimentasi di Kawasan Kelurahan Perkamil.Jurnal Sipil Statik 2(4): 173-181.

Laporan Praktikum Penghitungan Konsentrasi, Dosis dan Kebutuhan Pestisida

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Salah satu faktor utama dalam keberhasilan penggunaan pestisida di lapangan adalah ketepatan dalam konsentrasi dan dosis yang digunakan. Istilah konsentrasi hanya digunakan apabila aplikasi pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan, sedangkan dosis digunakan dalam penyemprotan maupun cara aplikasi pestisida lainnya.
Dalam aplikasi pestisida dengan cara penyemprotan, besaran konsentrasi yang digunakan dalam setiap penyemprotan haruslah tetap. Dosis yang digunakan terkait erat dengan jumlah atau besaran pelarut (air) yang harus digunakan. Jumlah air yang digunakan sangat dipengaruhi oleh jenis dan umur tanaman, sehingga besaran dosis penyemprotan akan selalu berubah sesuai dengan umur dan jenis tanaman yang disemprot.
Terdapat tiga istilah yang biasa digunakan, baik dalam konsentrasi maupun dosis, yaitu konsentrasi formulasi, konsentrasi larutan, konsentrasi bahan aktif, dosis formulasi, dosis larutan, dan dosis bahan aktif. Dan masing-masing istilah tersebut saling berkaitan.
Konsentrasi formulasi (Kf) adalah banyaknya formulasi pestisida yang terdapat dalam setiap liter larutan pestisida (campuran formulasi pestisida dengan pelarut, misalnya air), sehingga satuannya adalah g/l atau cc/l tergantung pada formulasi yang digunakan. Kemudian, konsentrasi larutan (Kl) diartikan sebagai besarnya kandungan pestisida dalam larutan (campuran pestisida dengan pelarutnya), dan memiliki satuan %. Konsentrasi bahan aktif (Kba) adalah banyaknya bahan aktif pestisida yang terkandung dalam larutan pestisida, dengan satuannya adalah %.
Dalam isitilah dosis, dosis formulasi (Df) diartikan sebagai banyaknya formulasi pestisida (kg/l) yang harus digunakan dalam setiap kali aplikasi pada setiap hektar lahan pertanian yang akan dilindungi dari serangan OPT, memiliki satuan kg/ha atau l/ha. Berbeda dengan dosis larutan, dosis larutan (Dl) adalah banyaknya jumlah atau volume larutan pestisida (campuran pestisida dengan pelarutnya) yang harus digunakan untuk setiap kali penyemprotan pada setiap 1 ha pertanaman. Adapun dosis bahan aktif (Dba) adalah banyaknya bahan aktif pestisida yang harus atau direkomendasikan untuk dipergunakan dalam pengendalian hama tertentu, pada jenis tanaman tertentu, dan pada umur tanaman tertentu.
Pemahaman istilah-istilah tersebut juga cara penghitungannya merupakan hal yang penting dalam pembelajaran aplikasi pestisida, juga pengaplikasian pestisida di lapangan. Sehingga perlunya pembelajaran dan latihan penghitungan dosis dan konsentrasi, yang akan dibahas lebih dalam laporan praktikum ini.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah
1.      Dapat membedakan konsentrasi dan dosis aplikasi, baik di lapangan maupun di laboratorium
2.      Mampu mengimplementasikan dalam aktivitas penggunaan pestisida
3.      Dapat menghitung besaran konsentrasi dan dosis pestisida yang akan digunakan



BAB 2
METODE, ALAT, DAN BAHAN


2.1 Alat dan Bahan

ü  lembar latihan
ü  lembar kerja,
ü  kasus
ü   penggunaan pestisida
ü   kalkulator.

2.2 Metode Praktikum

Praktikum yang dilakukan kali ini adalah mengerjakan soal latihan penghitungan konsentrasi dan dosis.




 

BAB 3
PEMBAHASAN


1.    Untuk mengendalikan serangan OPT digunakan Curacron 500 EC dengan konsentrasi 2 cc/l.
a.    Sebutkan bahan aktif dari pestisida tersebut
Bahan aktif Curacron 500 EC adalah profenofos 500 g/l.
b.    Sebutkan tanaman dan OPT sasarannya
·      Bawang merah: ulat grayak
·      Cabai: kutu daun, ulat grayak
·      Kubis: ulat grayak
·      Kapas: penggerek buah, penggerek pucuk
·      Tebu: penggerek batang
·      Tomat: ulat buah
·      Semangka: lalat buah, kutu daun, thrips, penggerek daun, penggerek batang
c.    Hitung:
-       Konsentrasi bahan aktif dan larutan
Kba        = Kf x %BA
= 0,2% x 500%
= 1%
Kl           = Kf x 100%
= 2 cc/l  x 100%
               = 2 cc/1000 cc x 100%
               = 0,2%

-       Dosis formulasi dan bahan aktif
Df           = Kf x Dl
               = 2 cc/l x 500 l/ha
               = 1 l/ha
Dba        = Df x %BA
               = 1 l/ha x 500 %
               = 5 l/ha

2.    Untuk mengendalikan OPT pada suatu tanaman digunakan Antracol 70 WP dengan dosis bahan aktif 0,7 kg dan dosis larutan 500 l/ha.
a.    Sebutkan bahan aktif dari pestisida tersebut adalah propinep 70 g/l.
b.    Sebutkan tanaman dan OPT sasarannya
·      Kopi: bercak daun, karat daun
·      Jagung: bulai, hawar daun
·      Cabai: antraknosa, bercak daun
·      Kentang: busuk daun
·      Lada: busuk pangkal batang
·      Cengkeh: cacar daun
·      Anggur: embun tepung
·      Apel: embun tepung
·      Anggrek: bercak daun, busuk hitam
c.    Hitung:
-       Dosis formulasi
Diketahui:
Dba        = 0,7 kg
Dl           = 500 l/ha
%BA      = 70%
Df ?
Dba        = Df x %BA
0,7 kg     = Df x 70%
Df          = 1 kg/ha

-       Konsentrasi formulasi dan larutan
Df           = Kf x Dl
1 kg/ha   = Kf x 500 l/ha
Kf          = 2 g/l
Kl           = Kf x 100%
               = 2 g/l x 100%
               = 0,2 %
     
3.    Dalam mengendalikan serangan OPT pada tanaman yang diusahakan, seorang petani menggunakan pestisida Dusrban 200 EC, Cymbush 50 EC, Dithane M-45 dan Antracol 70 WP. Konsentrasi yang digunakan adalah 2 cc/l untuk pestisida cair dan 2 g/l untuk pestisida padat dengan dosis larutan 400 l/ha.
-       Menurut Anda, sebaiknya penggunaan pestisida tersebut dilakukan secara tunggal, rotasi atau dicampurkan?
Penggunaan pestisida tersebut dapat digunakan baik secara tunggal, rotasi, maupun pencampuran ganda tergantung karakteristik dari masing-masing pestisida, apakah kompatibel atau tidak bila dicampurkan.
-       Apabila secara tunggal, bagaimana urutan penggunaan yang paling baik (efektif, efisien dan aman)?
Urutan penggunaan yang paling baik adalah Cymbush 50 EC, Dusrban 200 EC, Dithane M-45, dan Antracol 70 WP. Karena pengaplikasian dimulai dari jenis formulasi yang cair sampai yang paling pekat, dengan konsentrasi terendah sampai tertinggi.
-       Apabila digunakan secara campuran, formulasi campuran yang bagaimana yang paling baik
Formulasi campuran yang paling baik adalah pestisida yang kompatibel, homogen, dan berspektrum luas.
-       Hitung:
1)   Konsentrasi bahan aktif dan larutan
Kl                                  = Kf x 100%
·      Dusrban 200 EC       = 2 cc/l x 100%
= 2 cc/1000 cc x 100%
= 0,2%
·      Cymbush 50 EC       = 2 cc/l x 100%
= 2 cc/1000 cc x 100%
= 0,2%
·      Dithane M-45           = 2 g/l x 100%
= 2 g/1000 g x 100%
 = 0,2 %                
·      Antracol 70 WP        = 2 g/l x 100%
= 2 g/1000 g x 100%
= 0,2%

Kba                               = Kl x %BA
·      Dusrban 200 EC       = 0,2 % x 200%
                                       = 0,4 %
·      Cymbush 50 EC       = 0,2% x 50%
                                       = 0,1 %
·      Dithane M-45           = 0,2% x 45%
                                       = 0,09 %
·      Antracol 70 WP        = 0,2% x 70%
= 0,14 %

2)   Dosis formulasi dan bahan aktif
Df                                   = Kf x Dl
·      Dusrban 200 EC       = 2 cc/l x 400 l/ha
= 800 cc/ha
= 0,8 l/ha
·      Cymbush 50 EC       = 2 cc/l x 400 l/ha
= 800 cc/ha
= 0,8 l/ha
·      Dithane M-45           = 2 g/l x 400 l/ha
= 800 cc/ha
= 0,8 l/ha
·      Antracol 70 WP        = 2 g/l x 400 l/ha
= 800 g/ha
= 0,8 kg/ha

Dba                                = Df x %BA
·      Dusrban 200 EC       = 0,8 l/ha x 20%
= 0,8 l/ha x 0,2
= 0,16 l/ha
·      Cymbush 50 EC       = 0,8 l/ha x 50%
= 0,8 l/ha x 0,5
= 0,4 l/ha
·      Dithane M-45           = 0,8 kg/ha x 45%
= 0,36 kg/ha
·      Antracol 70 WP        = 0,8 kg/ha x 70%
= 0,8 kg/ha x 0,7
= 0,56 kg/ha

4.      Anda akan melaksanakan budidaya tanaman kubis, kentang dan tomat. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, pada saat budidaya tanaman tersebut seringkali terjadi serangan OPT, misalnya dengan tingkat serangan sebagai berikut:  Hitung konsentrasi larutan dan bahan aktif nya!


Nama dagang
Bahan Aktif
Kf
Dl (l/ha)
a.
Asefat
1 g/l
500
Dimetoate
1 ml/l
500
Agrimec 18 EC
Abamektin
0.5 ml/l
500
Tetrin 36 EC
Alfa-sipermetrin
0.5 ml/l
500
Curacron 500 EC
Profenofos
1 ml/l
500
b.
Asefat
1 g/l
500
Dimetoate
1 ml/l
500
Amect 18 EC
Abamektin
0.5 ml/l
500
Basic 25 EC
Deltametrin
0.5 ml/l
500
Lannate 25 WP
Metomil
1 g/l
500
Tetrin 36 EC
Alfa-sipermetrin
1,5 ml/l
500
c.
Mastax 50 EC
Sipermetrin
1 ml/l
500
Dimetoate
0.5 ml/l
500
Siromazin
0,3 g/l
500
Abamectin
0,5 ml/l
500
Profenofos
2 ml/l
500
d.
Alfamex 18 EC
Abamektin
0.5 ml/l
500
beta-sipermetrin
1 ml/l
500
Fenpropatrin
1 ml/l
500
Samite 135 EC
Piridaben
0,5 ml/l
500
Omite 570 EC
Proparqit
0,5 ml/l
500
Pegasus 500 SC
Diafentiuron
0,5-1 ml/l
500
e.
Curacron 500 EC
Profenos
1,5 ml/l
500
Matador 25 EC
Lamda sihalothrin
0,5 ml/l
500
Prevathon 50 SC
Klorantraniliprol
1-1,25 ml/l
500
Regent 50 SC
Fipronil
0,5-1 ml/l
500
Akurata 200 EC
Fenvalerat
0,5-1 ml/l
500
Amistartop 320 EC
Azoksistrobin & difenokozanol
1 ml/l
500
f.
Score 250 EC
Difenokonazol
1 ml/l
500
Cabriotop 60 WG
Metiram & Piraklostrobin
0,5 - 1 g/l
500
Antracol 70 WP
Propinep
1,5-2,5 g/l
500
Karibu 75 WP
Klorotalonil
2 g/l
500
Equationpro 52 WG
Famoksadon & Simoksanil
0,4-0,8 g/l
500
g.
Orthene 75 SP
Asefat
1-2cc/lt air
500
Hostathion 40 EC
Triazofos
2-3 gr/lt air
500
Prevanton 50 SC
Klorantraniliprol
1-1,25 ml/l
500
Regent 50 SC
Fipronil
0,5-1 ml/l
500
Takumi 20 WG
FlB20:C40ubendiamida
1,5 g/ha
500

a.     

Nama dagang
Bahan Aktif
Kl (%)
Kba (%)
a.
Asefat
0.1
0.075
Dimetoate
0.1
0.4
Agrimec 18 EC
Abamektin
0.05
0.009
Tetrin 36 EC
Alfa-sipermetrin
0.05
0.018
Curacron 500 EC
Profenofos
0.1
0.5
b.
Asefat
0.1
0.075
Dimetoate
0.1
0.4
Amect 18 EC
Abamektin
0.05
0.009
Basic 25 EC
Deltametrin
0.05
0.0125
Lannate 25 WP
Metomil
0.1
0.025
Tetrin 36 EC
Alfa-sipermetrin
0.15
0.054
c.
Mastax 50 EC
Sipermetrin
0.1
0.05
Dimetoate
0.05
0.2
Siromazin
0.03
0.0225
Abamectin
0.05
0.01
Profenofos
0.2
1
d.
Alfamex 18 EC
Abamektin
0.05
0.009
beta-sipermetrin
0.1
0.025
Fenpropatrin
0.1
0.05
Samite 135 EC
Piridaben
0.05
0.0675
Omite 570 EC
Proparqit
0.05
0.285
Pegasus 500 SC
Diafentiuron
0.05-0.1
0.25-0.5
e.
Curacron 500 EC
Profenos
0.15
0.75
Matador 25 EC
Lamda sihalothrin
0.05
0.0125
Prevathon 50 SC
Klorantraniliprol
0.1-0.125
0.05-0.063
Regent 50 SC
Fipronil
0.05-0.1
0.003-0.05
Akurata 200 EC
Fenvalerat
0.05-0.1
0.1-0.2
Amistartop 320 EC
Azoksistrobin & difenokozanol
0.1
0.325
f.
Score 250 EC
Difenokonazol
0.1
0.25
Cabriotop 60 WG
Metiram & Piraklostrobin
0.05 –
0. 1
0.03-0.06
Antracol 70 WP
Propinep
0.15-0.25
0.11-0.175
Karibu 75 WP
Klorotalonil
0.2
0.15
Equationpro 52 WG
Famoksadon & Simoksanil
0.04-0.08
0.02-0.042
g.
Orthene 75 SP
Asefat
0.1-0.2
0.075-0.15
Hostathion 40 EC
Triazofos
0.2-0.3
0.08-0.12
Prevanton 50 SC
Klorantraniliprol
0.1-0.125
0.05-0.06
Regent 50 SC
Fipronil
0.05
0.025
Takumi 20 WG
FlB20:C40ubendiamida
0.15
0.03

b.      Hitung dosis formulasi dan bahan aktifnya

Nama dagang
Bahan Aktif
Df (kg/ha)
Dba
a.
Asefat
0.5
0.375
kg/ha
Dimetoate
0.5
2
l/ha
Agrimec 18 EC
Abamektin
0.25
0.045
l/ha
Tetrin 36 EC
Alfa-sipermetrin
0.25
0.09
l/ha
Curacron 500 EC
Profenofos
0.5
2.5
l/ha
b.
Asefat
0.5
0.375
kg/ha
Dimetoate
0.5
2
l/ha
Amect 18 EC
Abamektin
0.25
0.045
l/ha
Basic 25 EC
Deltametrin
0.25
0.0625
l/ha
Lannate 25 WP
Metomil
0.5
0.125
kg/ha
Tetrin 36 EC
Alfa-sipermetrin
0.75
0.27
l/ha
c.
Mastax 50 EC
Sipermetrin
0.5
0.25
l/ha
Dimetoate
0.25
1
l/ha
Siromazin
0.15
0.1125
kg/ha
Abamectin
0.25
0.05
l/ha
Profenofos
1
5
l/ha
d.
Alfamex 18 EC
Abamektin
0.25
0.045
l/ha
beta-sipermetrin
0.5
0.125
l/ha
Fenpropatrin
0.5
0.25
l/ha
Samite 135 EC
Piridaben
0.25
0.3375
l/ha
Omite 570 EC
Proparqit
0.25
1.425
l/ha
Pegasus 500 SC
Diafentiuron
0.25-0.5
1.25-2.5
l/ha
e.
Curacron 500 EC
Profenos
0.75
3.75
l/ha
Matador 25 EC
Lamda sihalothrin
0.25
0.0625
l/ha
Prevathon 50 SC
Klorantraniliprol
0.5-0.625
0.25-0.3
l/ha
Regent 50 SC
Fipronil
0.25-0.5
0.125-0.25
l/ha
Akurata 200 EC
Fenvalerat
0.25-0.5
0.5-1
l/ha
Amistartop 320 EC
Azoksistrobin & difenokozanol
0.5
1.6
l/ha
f.
Score 250 EC
Difenokonazol
0.5
1.25
l/ha
Cabriotop 60 WG
Metiram & Piraklostrobin
0.25-0.5
0.15-0.3
kg/ha
Antracol 70 WP
Propinep
0.75-1.25
0.5-0.87
kg/ha
Karibu 75 WP
Klorotalonil
1
0.75
kg/ha
Equationpro 52 WG
Famoksadon & Simoksanil
0.2-0.4
0.1-0.2
kg/ha
g.
Orthene 75 SP
Asefat
0.5-1
0.3-0.7
l/ha
Hostathion 40 EC
Triazofos
1-2.5
0.4-1
kg/ha
Prevanton 50 SC
Klorantraniliprol
0.5-0.65
0.25-0.32
l/ha
Regent 50 SC
Fipronil
0.25-0.5
0.12-0.25
l/ha
Takumi 20 WG
FlB20:C40ubendiamida
0.75
0.15
kg/ha




BAB 4
PENUTUP


4.1 Kesimpulan

Berdasarkan data diatas konsentrasi dan dosis setiap pestisida berbeda-beda tergantung kepada bahan aktif yang akan di gunakan dan memiliki kandungan yang berbeda-beda .karena itu pemakaiamn pestisida harus mengikuti standar dan mengerti akan kandungan yang terdapat pada merek tersebut , agar ebih efisen dalam pemberiannya dan efektif dalam pemakaiannya .

4.2 Saran


            Setelah mengetahui rumus dan cara perhitungan konsentrasi, dosis, dan kebutuhan pestisida tersebut, ada baiknya kita sebagai insan pertanian yang intelek memberikan pengetahuan ini kepada para petani yang terjun langsung di lapangan, dengan harapan tercapainya Pengendalian Hama Terpadu yang dapat menunjang tercapainya produktivitas yang optimal dan menguntungkan secara ekonomi.